Jumat, 26 Juni 2009

OBSERVASI

Pada tanggal 8-10 Juni 2009 lalu kami melakukan observasi ke beberapa tempat, diantaranya adalah daerah Gambut, kawasan daerah pesisir yaitu Desa Pagatan Besar, dan daerah tangkapan air yaitu Damit. Tetapi dalam penulisan ini saya akan mengangkat dua tempat saja yaitu kawasan pesisir Desa Pagatan Besar dan daerah tangkapan air Damit.

KAWASAN PESISIR DESA PAGATAN BESAR

Desa Pagatan Besar merupakan salah satu desa yang terletak di pesisir selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Disana kami berjalan di sepanjang bibir pantai untuk melihat keadaan sekitar dan juga melakukan wawancara kepada masyarakat yang kebetulan sedang berada di pantai ataupun di desanya. Hasil yang kami dapat di lapangan adalah di daerah tersebut banyak ditemukan persawahan ataupun perkebunan yang dikelola oleh warga. Selain itu juga terdapat tumbuhan lain yang tumbuh secara liar ataupun sengaja ditanam, seperti yang terlihat pada tepi pantai lebih banyak terdapat tumbuhan api-api dari pada mangrove. Ini disebabkan oleh keadaan tanah yang berpasir dan keadaan gelombang yang bisa membuat bibit tumbuhan mangrove tidak dapat bertahan dan hanyut. Padahal masyarakat sekitar mengaku sudah sering mencoba untuk mengembang biakkan mangrove namun hanya sedikit yang bisa bertahan. Tumbuhan lain yang terdapat disana salah satunya adalah tumbuhan karamunting yang diakui warga berguna untuk pengobatan disentri. Namun hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa tumbuhan tersebut memiliki khasiat seperti itu. Disinilah langkah sosialisasi diperlukan untuk lebih membuka mata masyarakat akan potensi alam yang mereka punyai. yang dapat mereka gunakan untuk keperluan pengobatan dan lain-lain.

Walaupun untuk masalah pengobatan kesehatan, masyarakat sekitar mengaku sudah berjalan dengan baik ini dibuktikan dengan adanya puskesmas yang berdiri di desa tersebut dan mereka sudah mendapatkan perawatan yang baik. Selain itu diadakan juga perawatan secara teratur seperti imunisasi yang diadakan sebulan sekali. Alangkah baiknya jika seandainya penggunaan obat sintetik dan tradisional dapat berimbang, agar masyarakat sekitar juga bisa memanfaatkan alam secara maksimal tetapi tetap tidak merusak.

Fenomena lain yang sangat terlihat sekali adalah banyak terdapat endapan lumpur yang selalu dibawa gelombang saat menghempas ke bibir pantai.Lumpur-lumpur tersebut merupakan akibat erosi yang terjadi di daerah muara. Banyaknya lumpur ini menyebabkan keadaan pantai terlihat rusak dan kotor ditambah dengan keadaan air yang berwarna coklat, tetapi kata masyarakat sekitar jika air sedang pasang maka lumpur-lumpur tersebut dibawa kembali oleh gelombang dan air terlihat lebih bersih. Masyarakat sekitar yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan ini mengakui tidak ada upaya untuk mengeruk lumpur atau usaha lain untuk menyingkirkan lumpur di pinggiran pantai, mereka hanya mengandalkan gelombang air pasang yang menghilangkan lumpur tersebut untuk sementara. Walaupun mereka mengeluhkan keadaan bibir pantai yang bila sedang dipenuhi lumpur maka mereka tidak dapat melaut karena perahu-perahu mereka yang tidak dapat bergerak terbenam lumpur. Saat melakukan pengamatan juga dilakukan pengukuran kelembapan tanah, hasil yang didapat adalah kelembapan tanahnya sangat tinggi yaitu di atas 100%.

Selain lumpur, yang terjadi disini adalah resiko abrasi yang tinggi yang disebabkan oleh hempasan gelombang yang terus-menerus menghempas ke bibir pantai ditambah lagi dengan kurangnya tumbuhan mangrove di bibir pantai yang dapat berfungsi sebagai penahan air, ini menyebabkan garis pantai yang semakin naik kedaratan. Abrasi terus-menarus dapat menimbulkan bencana bagi masyarakat sekitar, mereka akan kebanjiran jika air sedang pasang ataupun akan tersapu gelombang besar. Abrasi juga akan menyebabkan semakin naiknya air laut yang juga berakibat pada kualitas air yang berada di daratan yang berubah menjadi payau. Masyarakat sekitar mengaku untuk mendapatkan air bersih mereka harus membeli kepada penjual yang datang sekitar seminggu sekali. Air tersebut mereka pakai untuk makan dan minum sedangkan untuk keperluan lainnya mereka tetap menggunakan air payau. Karena apabila untuk keperluan makan dan minum mereka menggunakan air payau maka mereka akan menderita sakit perut dan juga diare.

Untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan kawasan pesisir tersebut dapat dilakukan beberapa upaya seperti lebih mengupayakan penanaman dan perkembangbiakan mangrove, pembuatan siring jika perlu dan juga penanaman terumbu karang yang dapat memecah gelombang. Kawasan pesisir ini akan lebih mempunyai nilai ekonomis bagi warga jika dilakukan perawatan dan pengelolaan yang lebih baik.


DAERAH TANGKAPAN AIR, DAMIT

Damit adalah daerah yang terletak di salah satu sudut rangkaian pegunungan Meratus. Wilayahnya terletak di dataran tinggi yang hampir tertutup padang ilalang dan hutan-hutan kecil. Damit juga memiliki peran penting dalam siklus hidrologi. Di dalam siklus ini, terdapat proses radiasi, evaporasi, evapotranspirasi dan presipitasi (hujan). Proses radiasi adalah proses penyinaran matahari. Proses evaporasi merupakan proses penguapan air ke atmosfer dari air yang ada di bumi baik dari laut, sungai atau danau. Gabungan dari proses penguapan air yang terkandung di tanah (soil moisture) dari zona perakaran disebut evapotranspirasi. Aktivitas vegetasi (transpirasi) dengan proses evaporasi dan presipitasi (hujan) akan mengembalikan air tersebut dari atmosfer ke daratan dan lautan. Air hujan yang turun tertampung di bendungan ini. Hutan-hutan kecil yang berada di sekitar kawasan ini juga ikut berperan atas ketersediaan air bagi bendungan tersebut. Damit merupakan salah satu daerah tangkapan air yang sangat penting namun sayangnya banyak hutan disekitarnya yang rusak sehingga perlu tangan manusia untuk mengembalikan dan menjaga keadaan hutan sekitar Damit. Rusaknya hutan tersebut pun karena akibat dari ulah tangan manusia itu sendiri seperti penebangan pohon-pohon yang tidak disertai dengan penanaman kembali. Sehingga menyebabkan hutan jadi gundul dan timbulnya bencana seperti tanah longsor dan banjir. Banjir tidak akan bisa ditanggulangi jika daerah tangkapan air tidak berfungsi dengan baik, disinilah diperlukan juga bantuan tangan manusia untuk memperbaikinya.

Fakta yang didapatkan di lapangan adalah di kawasan itu sudah dibangun bendungan yang dapat membantu pengaturan debit air namun bendungan tersebut tampak tidak diperhatikan dan tidak terawat. Ini ditandai dengan tidak terdapatnya pintu bendungan yang dapat dibuka dan ditutup untuk mengatur debit air bendungan dan juga adanya perbaikan disana-sini bagian bendungan yang disebabkan oleh pernah terjadinya peristiwa jebolnya tanggul.
Jika seandainya perawatan di bendungan tersebut dilakukan secara teratur dan berkala perbaikan besar-besaran seperti itu tidak perlu dilakukan.

Disekitar bendungan banyak terdapat perkebunan dan persawahan yang dikelola oleh masyarakat.Dapat ditemukan jenis tanaman seperti terong, padi, kacang-kacangan dan juga terdapat perkebunan karet yang berguna untuk mengeraskan tanah agar dapat mengurangi resiko tanah longsor. Melalui aktifitas perkebunan/pertanian tersebut masyarakat mendapatkan nilai ekonomi darinya. Selain tanaman tersebut terdapat pula tumbuh-tumbuhan lain seperti kelakai, rumput remason dan karamunting dimana jenis tumbuhan ini dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional. Khasiatnya diantaranya adalah kelakai untuk menaikkan darah, rumput remason merupakan bahan baku balsam sedangkan karamunting dapat digunakan sebagai obat disentri. Dengan adanya perkebunan yang dikelola oleh masyarakat maka tidak akan ada orang yang melakukan pengrusakan lahan disekitar daerah tangkapan air. Itu merupakan salah satu cara untuk melestarikan daerah sekitar tangkapan air agar tidak rusak. Sumber air yang digunakan untuk mengairi sawah dan perkebunan di daerah tersebut berasal dari bendungan. Jadi pasang surutnya air dibendungan tersebut sangat berpengaruh pada keadaan perkebunan dan persawahan di daerah itu. Apabila debit air di bendungan menurun maka akan menimbulkan dampak kekeringan pada lahan-lahan pertanian di sekitarnya, sedangkan bila debit air banyak maka persediaan air untuk pengairan akan berlimpah. Namun jika debit air sudah melebihi kapasitas bendungan dikhawatirkan dapat terjadi bencana banjir akibat jebolnya bendungan tersebut.

Disana kami juga melakukan beberapa pengukuran seperti kelembapan tanah dengan menggunakan soil tester. Caranya adalah dengan menancapkan alat tersebut ke dalam tanah. Dari perukuran tersebut didapat data kelembapan tanahnya adalah di atas 100%. Ini berarti kelembapan tanah di daerah tersebut termasuk tinggi. Sedangkan untuk pengukuran lainnya seperti flow meter tidak dilakukan karena kondisi cuaca tidak memungkinkan pengukuran dilakukan dibendungan.

Dari observasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa daerah tangkapan air di Damit memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan masyarakat sekitar untuk pengairan lahan pertanian, perkebunan serta perikanan dan juga sebagai penunjang hidup organisme lainnya. Maka sangatlah tidak berlebihan jika pengelolaan dan pelestarian daerah ini perlu ditingkatkan dan lebih diupayakan oleh masyarakat dan pemerintah agar dapat berfungsi sebagai mana mestinya dan dapat mendatangkan keuntungan bagi warga sekitar.

Selasa, 17 Maret 2009



Lahan rawa merupakan salah satu agroekologi yang cukup luas di negara ini, tetapi pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal. Lahan ini sebagian besar tersebar di 3 pulau besar di Indonesisa, yaitu Kalimantan, Sumatera dan Papua. Pengembangan pertanian kelahan-lahan piasan (marginal) seperti lahan rawa ini, bukanlah sebagai pilihan yang patut, tetapi merupakan tuntutan masa depan karena ketersediaan lahan-lahan subur terbatas dan alih fungsi lahan dari pertanian menjadi non pertanian terus meningkat pesat seiring dengan perkembangan masyarakat.
Pengertian dari lahan rawa itu sendiri adalah kawasan sepanjang pantai, aliran sungai, danau atau lebak yang menjorok masuk (intake) ke pedalaman sampai sekitar 100 km atau sejauh dirasakannya pengaruh gerakan pasang. Jadi, lahan rawa dapat dikatakan sebagai lahan mendapatkan pengaruh pasang surut air laut atau sungai sekitarnya. Pada musim hujan lahan tergenang sampai 1 m, tetapi pada musim kemarau menjadi kering bahkan sebagian muka tanah turun sampai jeluk (depth) kurang dari 50 cm dari permukaan tanah.
Lahan rawa termasuk dalam lahan basah karena menurut Konferensi Ramsar,lahan basah (wetland) dapat diartikan sebagai lahan yang secara alami atau buatan selalu tergenangi, baik secara terus-menerus ataupun musiman, dengan air yang diam ataupun mengalir. Air yang menggenangi lahan basah dapat berupa air tawar, payau dan asin. Tinggi muka air laut yang menggenangi lahan basah yang terdapat dipinggir laut tidak lebih dari 6 m pada kondisi surut.
Lahan basah umumnya tempat yang kaya akan keanekaragaman hayati. Manusia memperoleh berbagai manfaat dari lahan basah, baik secara ekonomi, ekologi maupun budaya.

Seperti sebuah kawasan lahan basah yang berada di Desa Tungkaran, Martapura, Kalimantan Selatan yang terletak pada koordinat 30 37’ 22,8’’ Lintang Selatan dan 1140 42’ 09,2” Bujur Timur. Kawasan ini merupakan daerah desa yang jauh dari keramaian, dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai dan tidak terlalu ramai penduduknya lahan rawa di daerah ini masih tersebar luas. Di kawasan ini, dominan ditumbuhi oleh tumbuhan eceng gondok, selain itu terdapat juga vegetasi lain seperti purun tikus dan teratai. Banyak juga tumbuhan-tumbuhan gulma lainnya yang memenuhi rawa tersebut sehingga terkesan tak terawat.

Eceng gondok menjadi vegetasi yang dominan di daerah lahan basah ini karena kemampuan adaptasi dan kemampuan pertumbuhan yang cepat. Eceng gondok dapat berfungsi untuk menjadi penyerap polutan yang bagus, sehingga air yang dihasilkan dari kolam khusus yang ditanami eceng gondok itu tidak mencemari lingkungan. Dari penelitian telah diketahui, tanaman berakar rimpang ini mampu menyerap nitrogen, fosfat dan zat organik. Bahkan juga bisa menyerap uranium dan mercirium, dua zat yang sangat berbahaya bila mencemari perairan. Sebagai bukti bahwa air yang disaring eceng gondok itu sudah sehat, bisa dilihat dari sekitar lahan perairan yang mulanya dipenuhi limbah, kini berkembang aneka satwa air seperti ikan, katak dan kepiting. Namun bukan berati tidak ada masalah sama sekali. Eceng gondok ini tidak bisa dibiarkan begitu saja tumbuh bebas. Setiap dua bulan eceng gondok itu harus diremajakan. Karena kalau terlalu tua kemampuan menyerap polutan berkurang, sehingga kualitas air yang disaringnya pun menurun.
Lahan basah di Desa Tungkaran berpotensi untuk dialihfungsikan menjadi areal pertanian/persawahan bagi masyarakat sekitar karena bisa menghasilkan pendapatan yang besar, hal ini bisa dilihat dengan banyaknya masyarakat sekitar yang menanam padi di sekitar areal lahan tersebut. Pemilihan lahan rawa tersebut untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian atau sumber pertumbuhan baru produksi pertanian, khususnya pangan dikarenakan antara lain :
  1. Ketersediaan air yang melimpah
  2. Topografi yang nisbi datar
  3. Mudah diakses dengan melewati sungai sebagai alur lalu lintas sehingga meringankan biaya infrastruktur
  4. Pemilihan lahan dapat ideal dengan luas 2-3 hektar per rumah tangga petani
Masyarakat di sekitar daerah tersebut juga memanfaatkan lahan rawa tersebut untuk dijadikan kolam ikan dan areal pemancingan. Tetapi semua potensi itu tidak akan bisa dimanfaatkan secara maksimal jika kesadaran dari masyarakat sekitar untuk merawat dan menjaga lahan rawa tersebut masih kurang. Ini terlihat dari masih banyaknya sampah yang bertebaran disekitar lahan rawa, sampah-sampah plastik yang tidak bisa diuraikan akan mencemari lahan rawa tersebut. Oleh karena itu, seharusnya lebih ditumbuhkan kesadaran dalam masyarakat untuk merawat dan menjaga rawa-rawa di sekitar mereka agar potensi yang ada bisa dipergunakan lebih maksimal.