Selasa, 17 Maret 2009



Lahan rawa merupakan salah satu agroekologi yang cukup luas di negara ini, tetapi pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal. Lahan ini sebagian besar tersebar di 3 pulau besar di Indonesisa, yaitu Kalimantan, Sumatera dan Papua. Pengembangan pertanian kelahan-lahan piasan (marginal) seperti lahan rawa ini, bukanlah sebagai pilihan yang patut, tetapi merupakan tuntutan masa depan karena ketersediaan lahan-lahan subur terbatas dan alih fungsi lahan dari pertanian menjadi non pertanian terus meningkat pesat seiring dengan perkembangan masyarakat.
Pengertian dari lahan rawa itu sendiri adalah kawasan sepanjang pantai, aliran sungai, danau atau lebak yang menjorok masuk (intake) ke pedalaman sampai sekitar 100 km atau sejauh dirasakannya pengaruh gerakan pasang. Jadi, lahan rawa dapat dikatakan sebagai lahan mendapatkan pengaruh pasang surut air laut atau sungai sekitarnya. Pada musim hujan lahan tergenang sampai 1 m, tetapi pada musim kemarau menjadi kering bahkan sebagian muka tanah turun sampai jeluk (depth) kurang dari 50 cm dari permukaan tanah.
Lahan rawa termasuk dalam lahan basah karena menurut Konferensi Ramsar,lahan basah (wetland) dapat diartikan sebagai lahan yang secara alami atau buatan selalu tergenangi, baik secara terus-menerus ataupun musiman, dengan air yang diam ataupun mengalir. Air yang menggenangi lahan basah dapat berupa air tawar, payau dan asin. Tinggi muka air laut yang menggenangi lahan basah yang terdapat dipinggir laut tidak lebih dari 6 m pada kondisi surut.
Lahan basah umumnya tempat yang kaya akan keanekaragaman hayati. Manusia memperoleh berbagai manfaat dari lahan basah, baik secara ekonomi, ekologi maupun budaya.

Seperti sebuah kawasan lahan basah yang berada di Desa Tungkaran, Martapura, Kalimantan Selatan yang terletak pada koordinat 30 37’ 22,8’’ Lintang Selatan dan 1140 42’ 09,2” Bujur Timur. Kawasan ini merupakan daerah desa yang jauh dari keramaian, dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai dan tidak terlalu ramai penduduknya lahan rawa di daerah ini masih tersebar luas. Di kawasan ini, dominan ditumbuhi oleh tumbuhan eceng gondok, selain itu terdapat juga vegetasi lain seperti purun tikus dan teratai. Banyak juga tumbuhan-tumbuhan gulma lainnya yang memenuhi rawa tersebut sehingga terkesan tak terawat.

Eceng gondok menjadi vegetasi yang dominan di daerah lahan basah ini karena kemampuan adaptasi dan kemampuan pertumbuhan yang cepat. Eceng gondok dapat berfungsi untuk menjadi penyerap polutan yang bagus, sehingga air yang dihasilkan dari kolam khusus yang ditanami eceng gondok itu tidak mencemari lingkungan. Dari penelitian telah diketahui, tanaman berakar rimpang ini mampu menyerap nitrogen, fosfat dan zat organik. Bahkan juga bisa menyerap uranium dan mercirium, dua zat yang sangat berbahaya bila mencemari perairan. Sebagai bukti bahwa air yang disaring eceng gondok itu sudah sehat, bisa dilihat dari sekitar lahan perairan yang mulanya dipenuhi limbah, kini berkembang aneka satwa air seperti ikan, katak dan kepiting. Namun bukan berati tidak ada masalah sama sekali. Eceng gondok ini tidak bisa dibiarkan begitu saja tumbuh bebas. Setiap dua bulan eceng gondok itu harus diremajakan. Karena kalau terlalu tua kemampuan menyerap polutan berkurang, sehingga kualitas air yang disaringnya pun menurun.
Lahan basah di Desa Tungkaran berpotensi untuk dialihfungsikan menjadi areal pertanian/persawahan bagi masyarakat sekitar karena bisa menghasilkan pendapatan yang besar, hal ini bisa dilihat dengan banyaknya masyarakat sekitar yang menanam padi di sekitar areal lahan tersebut. Pemilihan lahan rawa tersebut untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian atau sumber pertumbuhan baru produksi pertanian, khususnya pangan dikarenakan antara lain :
  1. Ketersediaan air yang melimpah
  2. Topografi yang nisbi datar
  3. Mudah diakses dengan melewati sungai sebagai alur lalu lintas sehingga meringankan biaya infrastruktur
  4. Pemilihan lahan dapat ideal dengan luas 2-3 hektar per rumah tangga petani
Masyarakat di sekitar daerah tersebut juga memanfaatkan lahan rawa tersebut untuk dijadikan kolam ikan dan areal pemancingan. Tetapi semua potensi itu tidak akan bisa dimanfaatkan secara maksimal jika kesadaran dari masyarakat sekitar untuk merawat dan menjaga lahan rawa tersebut masih kurang. Ini terlihat dari masih banyaknya sampah yang bertebaran disekitar lahan rawa, sampah-sampah plastik yang tidak bisa diuraikan akan mencemari lahan rawa tersebut. Oleh karena itu, seharusnya lebih ditumbuhkan kesadaran dalam masyarakat untuk merawat dan menjaga rawa-rawa di sekitar mereka agar potensi yang ada bisa dipergunakan lebih maksimal.